Quote:
Sarah, Bayi Selamat dari Terjangan Tsunami Pangandaran 2006 kini
sudah beranjak tumbuh. namun sayang, Sarah mengidap low vision, ikuti
artikel yang dituturkan oleh eks wartawan Kompas, Harri Safiari berikut
ini ...
|
Pertengahan Agustus 2014 telepon genggam Nurhadi, Ketua Harian DPW
LSM CADAS (Ciri Aspirasi Dari Abdi Sanagara) di Sekretariat Jl.
Diponegoro No. 23 Bandung berdering. Di seberang sana Juju Juariah (43),
berkeluh-kesah perihal nasib putrinya Sarah Tsunami (8) penyandang
keterbatasan penglihatan, low vision.
“Penglihatan Sarah makin menurun. Bacaan huruf di buku tak jelas lagi.
Belum lagi harus beli seragam sekolah. Mau ke Cicendo (RS Mata - red)
Bandung, tak punya ongkos. Padahal, waktunya ganti kacamata sudah cukup
lama lewat. Harus gimana ya, makan sehari-hari saja susah …”, keluh
Juju sendu yang tuna netra sejak usia kelas 3 SD.
Belakangan, keluhan Juju ini disadari, tak lain – ingin bersegera mengobati mata putrinya, Sarah lebih jelas membaca buku!
Keluarga Sarah kini tinggal di rumah semi permanen berukuran kira-kira
40 meter persegi berlantai tanah padat bersama ibu dan ayahnya Utan
(63), buruh tani serabutan. Kakak tirinya Supriatin (17) jebolan SMP
kelas satu, yang tinggal serumah pun masih coba-coba mencari pekerjaan.
Praktis, penghasilan keluarga ini hanya mengandalkan keterampilan Juju
sebagai pemijat panggilan. Rumah ini, letaknya sekitar 5 kilometer dari
area rumahnya terdahulu yang hancur diterjang tsunami 8 tahun lalu.
Tepatnya mereka tinggal di Kampung Bantarsari, Desa Bojong, Kecamatan
Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Sarah kini sudah duduk di kelas dua SDN 2 Bojong di Kecamatan Parigi,
Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. “Saya pengen baca buku banyak-banyak
sekali. Tapi kepala Sarah kenapa ya suka puyeng ...?”, itu katanya pada
bulan Januari 2014 lalu kala pertama kali memperoleh bantuan kacamata
tebal berspesifikasi plus 11,5 dan minus 1,5 dari RS Mata Cicendo
Bandung.
Sebelumnya, memang ada semacam “nazar” Sarah ketika mengurus sumbangan
kacamata pertama pada bulan Januari 2014:”Kalau sudah punya kacamata,
aku mau ke Kebun Binatang Bandung, lihat maung (harimau) dan gajah, juga
ular besar. Pasti rame ya?”.
Nazar Sarah sudah kesampaian, walaupun saat ke KBB masih belum
berkacamata, karena untuk memakainya harus menunggu pembuatannya yang
memakan waktu paling sedikit seminggu lamanya. “Yang penting Sarah bisa
naik gajah di kebun binatang. Ini akan jadi bahan dongengan menarik
baginya. Bisa bercerita ke teman-temannya”, kata salah satu relawan Diah
Puspitasari Momon mitra LSM CADAS yang pernah memfasilitasi Sarah
selama di Bandung.
Tersebab keluhan terakhir Juju kepada Nurhadi, sontak beredar
kabar diantara pengurus dan anggota LSM CADAS hari itu yang selama ini
giat memperjuangkan hak sipil dan lingkungan hidup – Bagaimana
mengupayakan agar keluarga Sarah bisa ke Bandung?
“Kalau sudah disini, kita bisa gudar-gedor (upaya darurat) mengetuk
banyak kalangan”, kata Nurhadi dengan mimik sedikit kesal karena
keterbatasanya. Masalahnya, bagaimana segera menghadirkan Sarah di
Bandung?
Berhari-hari perihal penglihatan Sarah yang kembali mengeluh sehubungan
kacamata pertamanya yang seharusnya diganti sejak Juni 2014 menjadi
bahan keprihatinan anggota di lingkungan LSM CADAS. “Bawa atuh ke (RS
Mata - red) Cicendo lagi. Tapi siapa ya, yang bisa bawanya dari
Pangandaran. Kita belum punya jaringan kuat disana ...?!”, ungkap Dikdik
yang diamini Mang Cadox yang sudah paham siapa Sarah.
Diantara kebuntuan ini, timbullah solusi. Beberapa hari kemudian Juju
oleh pengurus LSM CADAS disarankan menghubungi Plt Bupati Pangandaran,
Endjang Naffandy.”Kami ini orang kecil, masa bisa ke rumah Pak Bupati
segala. Tapi demi Sarah, akan dicoba”, kata Nurhadi menirukan suara Juju
mereaksi sarannya.
Singkat kisah setelah beberapa kali Juju bolak-balik ke rumah Plt
Bupati Pangandaran tentu dengan “modal nekad” segala, akhirnya ia
diterima oleh istrinya Hj.Rd. Neneng Naffandy, Ketua Tim Penggerak PKK
Kabupaten Pangandaran. “Pak, kami akan ke Bandung diantar mobil dari Pak
Bupati. Tunggu besok pagi kami di Bandung ya”, jelas Nurhadi kembali
menirukan suara Juju yang diutarakan melalui telepon genggam jadoelnya
di Pangandaran.
Tunggu punya tunggu, kehadiran Sarah dan keluarganya di Bandung ternyata
tak semulus yang dikira. Setelah tertunda beberapa kali, ahirnya Sarah
tiba di Sekertariat LSM CADAS Bandung (2/9/2014). Belakangan diketahui
melalui Ee Rahto, pengantarnya yang ditugaskan Plt Bupati
Pangandaran:”Perjalanan ke Bandung banyak tertunda. Tadinya, malah mau
diantar pake ambulans. Dipikir-pikir, kondisi Sarah sendiri tak begitu
mengkhawatirkan. Diundurlah, sampai dapat pinjaman sedan ini”, jelas Ee
yang ternyata adalah guru kelas enam di SDN 2 Bojong tempat Sarah
bersekolah.
“Saya ditugaskan oleh Ibu Bupati, utamanya. Tahu persislah, Sarah ini di
sekolah termasuk anak yang tekun dan rajin belajar. Sayang,
penglihatannya terkendala. Kami semua prihatin”.
Sepintas inilah kisahnya, delapan tahun lalu ia adalah orok yang
saat itu usianya masih kurang dari 24 jam, satu-satunya yang selamat
dari terjangan tsunami (17/07/2006) di pantai Pangandaran, Jabar
Selatan.
Sore itu, Juju sedang mendekap orok merahnya di rumah ‘gubug’-nya dekat
tepi pantai, tiba-tiba berselang beberapa detik setelah gempa kuat
melanda sekitar pukul 16.00 WIB, mereka diterjang tsunami dahsyat.
Tempat tinggalnya sekejap sirna, luluh lantak bersama ratusan penghuni di sekitar pantai ini.
Sedikitnya 500 orang tewas dan ribuan rumah di sepanjang ratusan km
pantai Jabar Selatan porak poranda. “Kami terpisah, isteri saya entah
dimana, orok Sarah entah kemana. Baru esoknya, kami bisa bertemu dengan
isteri. Sedangkan Sarah, ditemukan orang beberapa jam kemudian diantara
tumpukan sampah bercampur lumpur dan pasir pantai.
Nama Sarah sendiri kata Utan, sebenarnya pemberian dari tokoh Jawa
Barat, Eka Santosa anggota DPR RI (2004 – 2009). “Pak Eka sudah ada di
Pangandaran dari Jakarta beberapa jam setelah kejadian tsunami. Ia pula
yang sempat membawa Sarah dan ibunya dirawat di Cicendo waktu dulu itu”,
tutur Utan.
”Benar, Sarah itu dalam bahasa setempat berarti sampah, utamanya daun di
pinggir pantai atau hutan. Disambunglah namanya dengan peristiwa
tsunami tahun 2006, jadilah Sarah Tsunami. Saya temukan bayi ajaib ini
sedang diperbincangkan orang di tenda darurat beberapa hari setelah
peristiwa. Segera dibawa ke RSUD Banjar. Selanjutnya bersama ibunya
dirawat di RS Mata Cicendo Bandung”, jelas Eka per telepon (14/9/2014)
yang kala itu sedang berada di Jakarta.
Bila berkenan dari peristiwa pilu ini, masih ada yang lebih beruntung
dari pasangan Utan dan Juju, yakni Supriatin. Supriatin kini telah
dewasa, saat kejadian ia sedang berkunjung ke rumah neneknya. “Rumah
neneknya memang cukup jauh dari pantai. Ia selamat”, kata Juju dan Utan.
Dirut RS Mata Cicendo dan Tamunya
“Kami ucapkan terima kasih atas bantuan LSM CADAS. Apalagi tadi Sarah
sempat dipertemukan dengan Pak Hikmat, Dirut RS Mata Cicendo, juga
dengan petinggi Bank Mandiri. Semoga kacamata kedua ini bisa membantu
penglihatan Sarah. Kami tunggu Pak kacamatanya kalau sudah selesai,
kabari ya?”, demikian ucap Ee pengantar keluarga Sarah ketika berpisah
dengan LSM CADAS pada sore hari, 2 September 2014. Sore itu, usai Sarah
diperiksa matanya, ternyata bisa langsung kembali ke Pangandaran.
Menurut tim dokter mata di RS Mata Cicendo, kacamata kedua diperkirakan
selesai dibuat sekitar seminggu atau sepuluh hari kemudian. Di bagian
optik RS Mata Cicendo, Sarah usai diperiksa matanya sempat mengepas
bingkai kacamata yang akan dipakai kelak.
Quote:
Puyeng Hilang, Membaca Lancar
|
Bagi LSM CADAS dan RS Mata Cicendo, sejatinya tiada yang lebih
menggembirakan kala mendengar telepon dari Pangandaran pada 18 September
2014 lalu. Kejadiannya, Juju kali ini minta di telepon balik seperti
biasanya. Menurut Nurhadi, tepatnya pada 16 September 2014 Sarah telah
diterima secara resmi oleh Plt Bupati Pangandaram di gedung Desa
Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.
“Pak Bupati memberikan kacamata buat sarah di gedung, disaksikan banyak
orang katanya, kan saya mah tak bisa lihat. Sarah sekarang menulis sudah
agak bagus di sekolah, itu kata Pak Ee gurunya. Tulisan Sarah tak
besar-besar lagi. Puyengnya, mulai hilang. Katakan terima kasih atas
kacamatanya ke Cicendo”, lagi-lagi Nurhadi menirukan suara Juju.
Menurut Nurhadi, kacamata kedua ini memang dikirim ke alamat Plt Bupati
Pangandaran, bukan ke alamat rumah Sarah seperti biasanya. Tujuannya,
agar keberadaan warganya yang memiliki keterbatasan semakin diketahui
oleh pimpinan setempat. “Tercapailah salah satu tahapan buat Sarah
Tsunami. Bila pun terjadi pergantian kepemimpinan di Kabupaten
Pangandaran, kepedulian terhadap kalangan yang layak dibantu di daerah
sana tetap berlangsung”, harap Nurhadi yang dalam waktu empat tahun
terakhir telah memimpin ratusan mantan preman melalui LSM CADAS.
“Beginilah adanya, Sarah ini hanya sedikit yang bisa kami bantu sesuai
kemampuan. Mendengar ia bisa kembali lancar membaca buku berkat
pemeriksaan dan sumbangan kacamata dari Cicendo, itu sudah sangat
menggembirakan”, ujar Nurhadi yang punya hobi memelihara burung
berkicau.
“Sisa hidup kami hanya ingin diisi oleh kebaikan yang kami bisa dan
mampu saja, walaupun hanya sekedarnya”, tutup Nurhadi yang diamini
Nurharto, Ketua DPW LSM CADAS, rekan sejawatnya yang berprofesi sebagai
pengacara di Bandung. (
KLIKSoreang)