Tuesday, 24 February 2015

Sarah, Bayi Selamat dari Terjangan Tsunami Pangandaran 2006




Quote:
Sarah, Bayi Selamat dari Terjangan Tsunami Pangandaran 2006 kini sudah beranjak tumbuh. namun sayang, Sarah mengidap low vision, ikuti artikel yang dituturkan oleh eks wartawan Kompas, Harri Safiari berikut ini ...
Pertengahan Agustus 2014 telepon genggam Nurhadi, Ketua Harian DPW LSM CADAS (Ciri Aspirasi Dari Abdi Sanagara) di Sekretariat Jl. Diponegoro No. 23 Bandung berdering. Di seberang sana Juju Juariah (43), berkeluh-kesah perihal nasib putrinya Sarah Tsunami (8) penyandang keterbatasan penglihatan, low vision.

“Penglihatan Sarah makin menurun. Bacaan huruf di buku tak jelas lagi. Belum lagi harus beli seragam sekolah. Mau ke Cicendo (RS Mata - red) Bandung, tak punya ongkos. Padahal, waktunya ganti kacamata sudah cukup lama lewat. Harus gimana ya, makan sehari-hari saja susah …”, keluh Juju sendu yang tuna netra sejak usia kelas 3 SD.

Belakangan, keluhan Juju ini disadari, tak lain – ingin bersegera mengobati mata putrinya, Sarah lebih jelas membaca buku!
Keluarga Sarah kini tinggal di rumah semi permanen berukuran kira-kira 40 meter persegi berlantai tanah padat bersama ibu dan ayahnya Utan (63), buruh tani serabutan. Kakak tirinya Supriatin (17) jebolan SMP kelas satu, yang tinggal serumah pun masih coba-coba mencari pekerjaan.

Praktis, penghasilan keluarga ini hanya mengandalkan keterampilan Juju sebagai pemijat panggilan. Rumah ini, letaknya sekitar 5 kilometer dari area rumahnya terdahulu yang hancur diterjang tsunami 8 tahun lalu. Tepatnya mereka tinggal di Kampung Bantarsari, Desa Bojong, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Sarah kini sudah duduk di kelas dua SDN 2 Bojong di Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. “Saya pengen baca buku banyak-banyak sekali. Tapi kepala Sarah kenapa ya suka puyeng ...?”, itu katanya pada bulan Januari 2014 lalu kala pertama kali memperoleh bantuan kacamata tebal berspesifikasi plus 11,5 dan minus 1,5 dari RS Mata Cicendo Bandung.

Sebelumnya, memang ada semacam “nazar” Sarah ketika mengurus sumbangan kacamata pertama pada bulan Januari 2014:”Kalau sudah punya kacamata, aku mau ke Kebun Binatang Bandung, lihat maung (harimau) dan gajah, juga ular besar. Pasti rame ya?”.

Nazar Sarah sudah kesampaian, walaupun saat ke KBB masih belum berkacamata, karena untuk memakainya harus menunggu pembuatannya yang memakan waktu paling sedikit seminggu lamanya. “Yang penting Sarah bisa naik gajah di kebun binatang. Ini akan jadi bahan dongengan menarik baginya. Bisa bercerita ke teman-temannya”, kata salah satu relawan Diah Puspitasari Momon mitra LSM CADAS yang pernah memfasilitasi Sarah selama di Bandung.

Quote:
Gudar-Gedor
Tersebab keluhan terakhir Juju kepada Nurhadi, sontak beredar kabar diantara pengurus dan anggota LSM CADAS hari itu yang selama ini giat memperjuangkan hak sipil dan lingkungan hidup – Bagaimana mengupayakan agar keluarga Sarah bisa ke Bandung?

“Kalau sudah disini, kita bisa gudar-gedor (upaya darurat) mengetuk banyak kalangan”, kata Nurhadi dengan mimik sedikit kesal karena keterbatasanya. Masalahnya, bagaimana segera menghadirkan Sarah di Bandung?

Berhari-hari perihal penglihatan Sarah yang kembali mengeluh sehubungan kacamata pertamanya yang seharusnya diganti sejak Juni 2014 menjadi bahan keprihatinan anggota di lingkungan LSM CADAS. “Bawa atuh ke (RS Mata - red) Cicendo lagi. Tapi siapa ya, yang bisa bawanya dari Pangandaran. Kita belum punya jaringan kuat disana ...?!”, ungkap Dikdik yang diamini Mang Cadox yang sudah paham siapa Sarah.

Diantara kebuntuan ini, timbullah solusi. Beberapa hari kemudian Juju oleh pengurus LSM CADAS disarankan menghubungi Plt Bupati Pangandaran, Endjang Naffandy.”Kami ini orang kecil, masa bisa ke rumah Pak Bupati segala. Tapi demi Sarah, akan dicoba”, kata Nurhadi menirukan suara Juju mereaksi sarannya.

Quote:
Ambulans
Singkat kisah setelah beberapa kali Juju bolak-balik ke rumah Plt Bupati Pangandaran tentu dengan “modal nekad” segala, akhirnya ia diterima oleh istrinya Hj.Rd. Neneng Naffandy, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Pangandaran. “Pak, kami akan ke Bandung diantar mobil dari Pak Bupati. Tunggu besok pagi kami di Bandung ya”, jelas Nurhadi kembali menirukan suara Juju yang diutarakan melalui telepon genggam jadoelnya di Pangandaran.

Tunggu punya tunggu, kehadiran Sarah dan keluarganya di Bandung ternyata tak semulus yang dikira. Setelah tertunda beberapa kali, ahirnya Sarah tiba di Sekertariat LSM CADAS Bandung (2/9/2014). Belakangan diketahui melalui Ee Rahto, pengantarnya yang ditugaskan Plt Bupati Pangandaran:”Perjalanan ke Bandung banyak tertunda. Tadinya, malah mau diantar pake ambulans. Dipikir-pikir, kondisi Sarah sendiri tak begitu mengkhawatirkan. Diundurlah, sampai dapat pinjaman sedan ini”, jelas Ee yang ternyata adalah guru kelas enam di SDN 2 Bojong tempat Sarah bersekolah.

“Saya ditugaskan oleh Ibu Bupati, utamanya. Tahu persislah, Sarah ini di sekolah termasuk anak yang tekun dan rajin belajar. Sayang, penglihatannya terkendala. Kami semua prihatin”.

Quote:
Sarah Tsunami, Siapa?
Sepintas inilah kisahnya, delapan tahun lalu ia adalah orok yang saat itu usianya masih kurang dari 24 jam, satu-satunya yang selamat dari terjangan tsunami (17/07/2006) di pantai Pangandaran, Jabar Selatan.
Sore itu, Juju sedang mendekap orok merahnya di rumah ‘gubug’-nya dekat tepi pantai, tiba-tiba berselang beberapa detik setelah gempa kuat melanda sekitar pukul 16.00 WIB, mereka diterjang tsunami dahsyat.

Quote:
foto dari sini
Tempat tinggalnya sekejap sirna, luluh lantak bersama ratusan penghuni di sekitar pantai ini.

Sedikitnya 500 orang tewas dan ribuan rumah di sepanjang ratusan km pantai Jabar Selatan porak poranda. “Kami terpisah, isteri saya entah dimana, orok Sarah entah kemana. Baru esoknya, kami bisa bertemu dengan isteri. Sedangkan Sarah, ditemukan orang beberapa jam kemudian diantara tumpukan sampah bercampur lumpur dan pasir pantai.

Nama Sarah sendiri kata Utan, sebenarnya pemberian dari tokoh Jawa Barat, Eka Santosa anggota DPR RI (2004 – 2009). “Pak Eka sudah ada di Pangandaran dari Jakarta beberapa jam setelah kejadian tsunami. Ia pula yang sempat membawa Sarah dan ibunya dirawat di Cicendo waktu dulu itu”, tutur Utan.

”Benar, Sarah itu dalam bahasa setempat berarti sampah, utamanya daun di pinggir pantai atau hutan. Disambunglah namanya dengan peristiwa tsunami tahun 2006, jadilah Sarah Tsunami. Saya temukan bayi ajaib ini sedang diperbincangkan orang di tenda darurat beberapa hari setelah peristiwa. Segera dibawa ke RSUD Banjar. Selanjutnya bersama ibunya dirawat di RS Mata Cicendo Bandung”, jelas Eka per telepon (14/9/2014) yang kala itu sedang berada di Jakarta.

Bila berkenan dari peristiwa pilu ini, masih ada yang lebih beruntung dari pasangan Utan dan Juju, yakni Supriatin. Supriatin kini telah dewasa, saat kejadian ia sedang berkunjung ke rumah neneknya. “Rumah neneknya memang cukup jauh dari pantai. Ia selamat”, kata Juju dan Utan.
Dirut RS Mata Cicendo dan Tamunya

“Kami ucapkan terima kasih atas bantuan LSM CADAS. Apalagi tadi Sarah sempat dipertemukan dengan Pak Hikmat, Dirut RS Mata Cicendo, juga dengan petinggi Bank Mandiri. Semoga kacamata kedua ini bisa membantu penglihatan Sarah. Kami tunggu Pak kacamatanya kalau sudah selesai, kabari ya?”, demikian ucap Ee pengantar keluarga Sarah ketika berpisah dengan LSM CADAS pada sore hari, 2 September 2014. Sore itu, usai Sarah diperiksa matanya, ternyata bisa langsung kembali ke Pangandaran.
Menurut tim dokter mata di RS Mata Cicendo, kacamata kedua diperkirakan selesai dibuat sekitar seminggu atau sepuluh hari kemudian. Di bagian optik RS Mata Cicendo, Sarah usai diperiksa matanya sempat mengepas bingkai kacamata yang akan dipakai kelak.

Quote:
Puyeng Hilang, Membaca Lancar
Bagi LSM CADAS dan RS Mata Cicendo, sejatinya tiada yang lebih menggembirakan kala mendengar telepon dari Pangandaran pada 18 September 2014 lalu. Kejadiannya, Juju kali ini minta di telepon balik seperti biasanya. Menurut Nurhadi, tepatnya pada 16 September 2014 Sarah telah diterima secara resmi oleh Plt Bupati Pangandaram di gedung Desa Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.

“Pak Bupati memberikan kacamata buat sarah di gedung, disaksikan banyak orang katanya, kan saya mah tak bisa lihat. Sarah sekarang menulis sudah agak bagus di sekolah, itu kata Pak Ee gurunya. Tulisan Sarah tak besar-besar lagi. Puyengnya, mulai hilang. Katakan terima kasih atas kacamatanya ke Cicendo”, lagi-lagi Nurhadi menirukan suara Juju.

Menurut Nurhadi, kacamata kedua ini memang dikirim ke alamat Plt Bupati Pangandaran, bukan ke alamat rumah Sarah seperti biasanya. Tujuannya, agar keberadaan warganya yang memiliki keterbatasan semakin diketahui oleh pimpinan setempat. “Tercapailah salah satu tahapan buat Sarah Tsunami. Bila pun terjadi pergantian kepemimpinan di Kabupaten Pangandaran, kepedulian terhadap kalangan yang layak dibantu di daerah sana tetap berlangsung”, harap Nurhadi yang dalam waktu empat tahun terakhir telah memimpin ratusan mantan preman melalui LSM CADAS.

“Beginilah adanya, Sarah ini hanya sedikit yang bisa kami bantu sesuai kemampuan. Mendengar ia bisa kembali lancar membaca buku berkat pemeriksaan dan sumbangan kacamata dari Cicendo, itu sudah sangat menggembirakan”, ujar Nurhadi yang punya hobi memelihara burung berkicau.

“Sisa hidup kami hanya ingin diisi oleh kebaikan yang kami bisa dan mampu saja, walaupun hanya sekedarnya”, tutup Nurhadi yang diamini Nurharto, Ketua DPW LSM CADAS, rekan sejawatnya yang berprofesi sebagai pengacara di Bandung. (KLIKSoreang)

No comments:

Post a Comment